Fenomena Hactivism dan Permasalahannya

Hasil gambar untuk hacker

Belakangan  ini  kehadiran  dan  aksi  hacker  mulai  marak  terjadi  di  dunia  maya.
Kontroversi  mengenai  definisi  dan  perilaku  hacker  telah  pula  menjadi  sebuah  wacana
menarik  bagi  masyarakat  moderen  dalam  era  inter net  dewasa  ini.  Kehadiran  buku
buku  mengenai  hacker  dan  ber bagai  kiat  pekerjaannya  telah  pula  mulai  mewarnai
ranah  publik  di  Indonesia  –  terbukti  dengan  sangat  lakunya  publikasi  tersebut  dijual
secara luas di pasar. Bahkan tidak tanggung- tanggung para praktisi teknologi informasi
dan  komunikasi  dari  negara  tetangga  seperti  Malaysia,  Brunei,  dan  Singapura  tidak
jarang  berkunjung  ke  Indonesia  untuk  mendapatkan  buku-buku  tersebut.  Hal  ini
disebabkan  tidak  semata-mata  karena  buku-buku  tersebut  dijual  dengan  harga  relatif
murah,  namun  juga  karena  telah  begitu  banyaknya  koleksi  referensi  yang
diperdagang kan  secara  bebas  di  toko-toko  buku  terkemuka  dengan  kualitas  konten
yang  dianggap  baik.  Tidaklah  heran  jika  dalam  hitungan  hari,  jumlah  hacker  amatir 
maupun  profesional  di  Indonesia  bertambah  secara  cukup  signifikan.  Tidak  saja
dipandang  dari segi  kuantitas semata,  namun ditinjau  dari  segi kualitas, mereka  cukup
baik menguasai berbagai ilmu “hacking” dan relatif aktif “berkarya” di dunia maya.
Berikut adalah sekelumit seluk beluk kehidupan mereka.


Hacktivism sebagai Sebuah Gerakan Komunitas

Istilah “hacktivism” mengacu pada sebuah  inisiatif  dankegiatan  yang  ber fokus  pada
tindakan  melakukan  “hacking” karena atau untuk alasan tertentu. lasan yang dimaksud dapat beraneka ragam.

Dalam  sejumlah  referensi  yang  ada,  paling  tidak  ada  4  (empat)  alasan  mengapa  para
hacker melakukan aksi “hacktivism”-nya. Pertama, adalah untuk mencari “sensasi diri”. Perlu  diperhatikan,  generasi  yang   lahir  setelah  tahun  85-an  telah  terbiasa  dengan keberadaan  komputer  di  lingkungannya,  berbeda  dengan  mereka  yang  lahir  di  masa- masa sebelumnya. Jika generasi lama merasakan sebuah “sensasi diri” yang menyenangkan  dengan  cara  bermain  catur,  mengisi  teka  teki  silang,  bermain  kartu “truft”, menyelesaikan misteri cerita detektif, dan lain sebagainya – maka generasi baru mendapatkan “sensasi dir i” yang sam a dengan cara “utak-atik” atau “ngoprek” komputer, bermain game, dan tentu saja melakukan kegiatan “hacking”. Jika pada jam an dahulu pemain catur merasa tertantang jika harus “m embunuh” raja dengan dua kuda, maka  saat  ini  hacker  merasa  tertantang  jika  dapat  masuk  ke  sebuah  sistem  tertentu  yang  dianggap  sulit  untuk  dipenetrasi.  Senang atau tidak  senang,  suka  atau  tida suka, tindakan melakukan “hacking” tersebut telah berhasil menstimulus hormon -hormon dalam  tubuh  manusia  masa  kini  yang  memberikan  sebuah  sensasi  tersendiri  secara alami.  Kedua,  adalah  untuk  melakukan  kejahatan.  Bukan  rahasia  umum  bahwa  di

negara-negara maju misalnya, telah banyak “berkeliaran” para hacker profesional yang tugasnya adalah  melakukan  kejahatan terorganisasi.  Kejahatan  yang dimaksud sifatnya beraneka ragam, mulai dari tindakan kriminal berlatar belakang ekonomi dan keuangan (seperti:  perampokan  bank,  penipuan  transaksi,  pencucian  uang,  pencurian  surat berharga,  dan  lain  sebag ainya),  hingga  yang  bersifat  kejahatan  sosial  (seperti:

pencemaran nama baik, perusakan citra individu, pembunuhan karakter, pembohongan publik,  dan lain  sebagainya).  Mereka  ini  biasanya dibayar mahal oleh  pihak-pihak yang tidak  bertanggung  jawab  untuk melakukan  tindakan kejahatan  tersebut.  Ketiga,  adalah untuk  menjalankan  aktivitas  terorisme.  Di  jaman  moderen  ini  para  teroris  melihat bahwa  internet  dan  dunia maya merupakan  lahan  dan media  yang  cukup  efektif  untuk melakukan  aktivitas  teror  dimana-mana. Sasaran “terrorist hacker” biasanya adalah  critical  infrastructure alias  obyek-obyek vitas sebuah negara seperti: perusahaan listrik,

instalasi  militer,  pusat  transportasi  publik,  sentra-sentr a  keamanan  negara,  jaringan
keuangan perbankan, dan lain sebagainya.  Karena kebanyakan organisasi-or ganisasi ini
telah  belibatkan  teknologi  informasi  dan  internet  sebagai  bagian  tak  terpisahkan  dari
aktivtas  operasionalnya,  maka  penyerangan  ter hadap  sistem  jaringan  dan  komputer
yang  dimiliki  akan  mendatangkan  dampak  teror  yang  luar  biasa.  Dengan  melakuka
penyerangan  terhadap  obyek- obyek  vital  ini,  maka  pesan  dibalik  aksi  terorisme  yang
dilakukan  diharapkan  dapat  sampai  ke  pihak-pihak  pemangku  kepentingan  yang
menjadi  sasaran.  Keempat,  adalah  untuk  alasan  intelijen.  Seperti  diketahui  bersama,
setiap  negara  pasti  memiliki  jaringan  intelijen  di  dalam  dan  di  luar  negeri  untuk
keper luan  pertahanan  dan  keamanan  nasional.  Karena  saat  ini  seluruh  percakapan,
interaksi,  komunikasi,  diskusi,  kooperasi,  transaksi,  dan  negosiasi  dilakukan  dengan
memanfaatkan  teknologi  informasi  dan  intenet,  m aka  kegiatan  intelijen-pun  mulai
masuk ke ranah ini. Dalam konteks inilah maka dibutuhkan sejumlah hacker profesional
yang  dapat membantu m elakukan kegiatan intelijen demi keutuhan  negara ini. Lihatlah
bagaimana  Amerika  dengan  lembaga  NSA  (National  Security  Agency)  merekrut  dan
mendidik  sedemikan  banyak  hacker  dengan  intelegensia  dan  keahlian  tinggi  untuk
membantu mereka melaksanakan tugas kenegaraannya.
Beragam Tipe Hacker

Dengan  berlatarbelakang  penjelasan  sebelumnya,  dan  dilihat  dari  sisi  atau  motivasi
seorang  hacker  melakukan  aktivitas  yang  menjadi  bidang  keahliannya,  dunia  internet
kerap  mengkategorikan  hacker  menjadi  empat  tipe,  masing-masing  adalah  sebagai
berikut:


1.  Black Hats – merupakan kumpulan dari individu dengankeahlian tinggi di bidang keamanan  komputer yang  memiliki  motivasi  untuk  melakukan  tindakan- tindakan destruktif terhadap sistem komputer tertentu yang menjadi sasarannya demi mendapatkan sejumlah “imbalan” tertentu (dalam dunia kejahatan internet
hacker ini dikenal sebagai crackers);

2.  White  Hats  –  merupakan  kumpulan  dari  profesional  yang  m emiliki  keahlian  di
bidang  internet  yang  bertugas  untuk  menjaga  keam anan  sebuah  sistem komputer  agar  terhindar  dari  tindakan  yang  merugikan  dari  pihak-pihak  yang menyerangnya  (dalam  dunia  internet  hacker  ini  dikenal  sebagai  security analysts);

3.  Gr ay  Hats – merupakan  kumpulan  dari  or ang-orang  yang  terkadang melakukan
kegiatan  yang  bersifat  offensive  namun  di  lain  waktu  melakukan  kegiatan  yang bersifat deffensive terkait deng an keamanan sebuah jaringan komputer; 

4.  Suicide  Hackers  –  merupakan  kumpulan  dari  mereka  yang  dengan  sengaja memiliki  visi  utama  m enyerang  obyek-obyek  vital  kenegaraan  untuk  tujuan tertentu  dan  tidak  khawatir  terhadap  ancaman  perdata  maupun  pidana  yang mengincarnya.


Dengan berkaca pada berbagai seluk beluk hacker ini, dapat diambil kesimpulan bahwa
sebenarnya istilah “hacker” di mata praktisi teknologi inform asi dan internet tersebut
sebenarnya  bersifat  netral.  Namun  kesalahpahaman  definisi  yang  menjadi  persepsi
masyarakat menempatkan istilah “hacker” pada suatu pengertian yang bernuansa
negatif, sehingga sering kali kegiatan “hacktivism” dianggap sebagai tindakan kriminal
yang  senantiasa  melawan hukum. Melalui  sosialisasi  yang  tepat dan  strategi yang  baik,
keberadaan  para  individu  hacker  yang  berkembang  di  masyarakat  dapat  dijadikan
sebagai  sebuah  kesempatan  untuk  meningkatkan  kinerja  keamanan  beraneka  ragam
sistem  komputer  yang  dimiliki  oleh  masyarakat  Indonesia  agar  tidak  terhindar  dari

serangan dan penetrasi pihak luar yang dapat merugikan bangsa dan neg

0 comments:

- Silahkan Beri komentar kritik dan saran
- Berkomentarlah yang sopan
- Dilarang spam
- Hargai Blog pembuat artikel
- Jika ingin copas | sertakan url / blog kami